Sabtu, 01 Februari 2020

BERSATUNYA PRETISENTANA PANCA RSI di Punduk Dawa

BERSATUNYA PRETISENTANA PANCA RSI - SAPTA RSI di Pura Catur Parhyangan Ratu Pasek Linggih Ida Bhatara Mpu Gana - Pundukdawa

Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S, M.Pd
Om AWIGHNAMASTU NAMOSIDDHAM, Terlebih dahulu, kami haturkan pangaksama mohon maaf sebesar - besarnya ke hadapan Ida Hyang Parama Kawi - Tuhan Yang Maha Esa serta Batara - Batari junjungan dan leluhur semuanya. Agar supaya, tatkala menceriterakan keberadaan para leluhur yang telah pulang ke Nirwana, kami terlepas dari kutuk dan neraka.

Sebelumnya mari kita kembali kepada hal-hal yang terjadi di Puncak Tohlangkir. Pada tahun Çaka 27 (th 105 M) Gunung Agung meletus lagi dengan sangat hebatnya, entah hal-hal apa yang terjadi pada waktu itu. Beberapa tahun kemudian, tahun Çaka 31 (th 109 M), Betara Tiga beryoga di Puncak Tohlangkir (Gunung Agung), untuk membersihkan Nusa Bali tepatnya pada hari Anggara (Selasa) Kliwon, wara Kulantir, dikala bulan Purnama raya, Sasih Kelima, atas kekuatan yoga Betara Tiga, Gunung Agungpun meletus lagi dengan sangat hebatnya.
Memang Dewata telah mengatur sedemikian rupa, setiap upacara besar keagamaan di Bali yang besifat umum, Gunung Agung tetap meletus atau paling tidak akan terjadi gempa bumi. Setelah upacara pembersihan Nusa Bali, pada tahun Çaka 31 itu juga Gunung Agung masih meletus, pada hari yang sangat baik, Betara Tiga di Puncak Tohlangkir, sama bertujuan agar mempunyai putra, maka Betara Hyang Agni Jaya dan Hyang Putra Jaya beryoga dengan sangat hebatnya, menghadapi api pedipaan, betapa alunan suaranya bunyi genta, hujan kembang dari angkasa.
Akibat dari kekuatan/kesucian yoganya Betara kalih, Gunung Agung menambah hebat letusannya lagi, keluar banjir api dari lubang kepundannya, kilat, gempa berkesinambungan, hujan sangat lebatnya, dentuman-dentuman suara letusan tiada hentinya. Maka dari kekuatan yoga Hyang Agni Jaya, keluar dari Panca Bhayunya seorang laki-laki bernama Mpu Withadharma. Alkisah Mpu Withadharma alias Çri Mahadewa melakukan yoga semadi dengan teguh dan disiplin. Dari kekuatan Panca Bhayunya lahirlah dua orang anak laki-laki dan diberi nama Mpu Bhajrasattwa alias Mpu Wiradharma dan adiknya diberi nama Mpu Dwijendra alias Mpu Rajakertha.
Mpu Dwijendra kemudian melakukan yoga semadhi. Berkat yoga semadhinya itu, lahirlah dua orang anak laki-laki, yang sulung bernama Gagakaking alias Bukbuksah dan adiknya bernama Brahmawisesa. Selanjutnya, Brahmawisesa melakukan yoga semadhi, dari kekuatan Panca Bhayunya, lahirlah dua anak laki-laki, masing-masing bernama Mpu Saguna dan Mpu Gandring. Mpu Gandring wafat ditikam oleh Ken Arok dengan keris buatan Mpu Gandring sendiri. Sedang Mpu Saguna, dari yoga semadhinya melahirkan seorang putra laki-laki bernama Ki Lurah Kepandean, yang selanjutnya menurunkan Wang Bang yaitu Warga Pande (Maha Semaya Warga Pande).
Adapun Mpu Bhajrasattwa, berkat yoga semadhinya, menurunkan seorang putra bernama Mpu Tanuhun alias Mpu Lampitha. Kemudian Mpu Tanuhun juga melakukan yoga semadhi, kemudian dari kekuatan bhatin dan Panca Bhayunya, beliau menurunkan lima orang putra yang juga dikenal dengan sebutan Panca Tirtha/Panca Rsi (Panca Sanak). Kelima putranya tersebut antara lain :

1. Sang Brahmana Panditha (Mpu Gni Jaya).
2. Mpu Mahameru (Mpu Semeru)
3. Mpu Ghana
4. Mpu Kuturan
5. Mpu Beradah (Peradah)
Semua telah menjadi wiku. Semenjak beliau masih kecil-kecil, semuanya tekun menjalankan swadharmanya masing-masing.
Selanjutnya dari yoga Hyang Putra Jaya, lahir dua orang putra putri masing-masing bernama, yang laki bernama Betara Ghana dan yang perempuan bernama Betari Manik Gni. Ketujuh putra-putri Hyang Agni Jaya dan Hyang Putra Jaya, pergi ke Gunung Semeru, menghadap Hyang Pasupati, untuk memperdalam ajaran agama dan kependetaan. Setelah sama dewasa dan telah sama tamat dalam hal menuntut ilmu, maka Betari Manik Gni dikawini oleh Sang Brahmana Panditha, sejak perkawinannya itu Sang Brahmana Panditha, berganti nama Mpu Gni Jaya. Setelah sekian lama putra putri Hyang Agni Jaya dan Hyang Putra Jaya berada di Gunung Semeru, pada suatu hari yang baik, Hyang Pasupati bersabda kepada cucu-cucunya, sabda Betara Kasuhun: “Wahai cucu-cucuku semua, kamu telah sama dewasa dan telah tamat dari menuntut ilmu, demikian juga telah sama menjadi Pendeta, aku memberi ijin kepadamu untuk kamu kembali ke Nusa Bali menghadap orang tuamu, turut menjaga Nusa Bali”. 

Sapta Rsi (Sapta Pandita) adalah tujuh pendeta dari putra - putra Mpu Gnijaya yang menurunkan keluarga besar Pasek di Bali yaitu :
1. Mpu Ketek 
2. Mpu Kananda 
3. Mpu Wiradnyana 
4. Mpu Withadharma 
5. Mpu Ragarunting
6. Mpu Prateka 
7. Mpu Dangka 
Ketujuh Sapta Rsi inilah dalam konsep Tri Mandala di Pura Besakih disebutkan dipuja di Pedharman Pura Catur Lawa Ratu Pasek sebagai Bhatara Kawitan.

Awal penentuan pura catur parhyangan ratu pasek linggih mpu gana ring pundukdawa (kunjungan pertama kali Ida Sinuhun Siwa Putra Prama Daksa Manuaba dibulan Agustus 2016 ring lokasi pura) .

IDA SINUHUN SIWA PUTRA PRAMA DAKSA MANUABA sebagai Pelopor Pura Panataran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek Linggih Ida Bhatara Mpu Gana di Pundukdawa

Daripadanyalah semua ciptta/gejala-gejala yang terjadi di  Pura Dasar Buwana - Gelgel ini dianggap sebagai sumber pemicunya sebab Ida Sinuhunlah yang menerima pertama kali wahyu melalui Ida Bhatara Mpu Gana sebagai Malaikat yang menyampaikan butir-butir pendirian Pura Panataran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek Linggih Ida Bhatara Mpu Gana di Pundukdawa itu.

Mulai BERSATUNYA PRETISENTANA PANCA RSI - SAPTA RSI di Pura Panayaran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek Linggih Ida Bhatara Mpu Gana - Pundukdawa itu kembali Gunung Agung kembali Meletus, Semburkan Asap Setinggi 2.500 Meter.  Gunung Agung erupsi atau meletus pada Sabtu (23/12/2017). Peristiwa ini terjadi sekitar pukul 11.57 Wita.

Pembangunan Pura Penataran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek Linggih Ida Bhatara Mpu Gana di Pundukdawa. Sebagai Pusat Pengkajian dan Pembinaan Sumber Daya Umat Hindu di Bali pada khususnya dan di Nusantara pada umumnya.

Konsep pemujaan yang terdapat di dalam kitab Mahanirwana Tantra, menguraikan tentang gunung Kailasa (Kailasa Sikhara) istana Hyang Siwa sebagai pusat padma dunia raya ini. Namun para sadhaka, gunung itu terletak di Sahasrara padma, di sana kemudian dicatat dalam berbagai Yamala, Damara, Sutra, dan pustaka Tantra dalam bentuk tanya jawab antara Hyang Siwa dan Sakti-Nya, Dewi Parwati.

Dalam konteks ini, konsep Padma Bhuwana Angelayang, Padma Tiga di Luhur Utama utamaning mandala (lokasi Pura Panataran Agung Catur Parhyangan); Jejeran Meru di Madya madyaning Utama (Pura Ratu Pasek Linggih Ida Bhatara Mpu Gana) dan Pasimpangan Dalem Ped di Nistaning madya Utama bukan hanya berupa penempatan rangkaian Pura atau tempat pemujaan Hyang Widhi Wasa, melainkan sekaligus sebagai pusat pendidikan (asram) dan benteng ketahanan Hinduisme. Oleh karena itu maka Pura di Pundukdawa hendaknya didayagunakan untuk:

1. Membangun kehidupan yang seimbang antara jasmani dan rohani, terciptanya rasa aman serta tertib soaial;

2. Memotivasi umat membangun kesadaran untuk melestarikan alam dan lingkungan;

3. Meningkatkan pengetahuan dan kualitas kehidupan kehidupan baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial;

4. Mewujudkan Bhuthahita, Janahita, dan Jagathita, yaitu kesejahteraan makhluk hidup, masyarakat, dan kesejahteraan dunia.

Analog dengan penerapan Widhi Tattwa yang universal maka konsep Pura tersebut kemudian ditetapkan oleh Ida Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba, Griya Agung Bangkasa di Bongkasa, Badung Bali Indonesia dalam tataran dunia khususnya di Nusantara. Penetapan Pura tersebut ditujukan untuk mengimplementasikan dayaguna pemujaan kepada Hyang Widhi Wasa guna:

1. Membangun kehidupan yang seimbang lahir bhatin, aman, tentram dan terlindungi (raksanam);
2. Tegaknya sistem alam dan sistem sosial yang setara dan berkeadilan;
3. Terbangunnya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas;
4. Dijadikan sebagai media dalam menjabarkan konsep-konsep Hindu tentang kehidupan yang ideal di Bali dan Nusantara.

Pura Catur Parhyangan Pundukdawa yang sempurna
Alammu membuat semua mata terpana
Indahmu ibarat kepingan nirwana
Perbedaanmu membuat hatiku terkesima

Keramahanmu membuat rakyatnya sentosa
Hampir 4 tahun kau diciptakan untuk guyub rukun
Oleh sang pelopor...'Ida Hyang Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba'

Pundukdawa disinilah ku belajar perbedaan yang di satukan
Aku Pundukdawa dan Dulang Mangap memiliki keyakinan

Sebagai pemersatu perbedaan
Pura Catur Parhyangan tercintaku
Penuh ragam budaya Baliku
Hidup rukun pasemetonan bersatu

Pura Catur Parhyangan Pundukdawa, untuk aku dan kamu
Sesama kita saling junjung toleransi
Sesama kita saling menghargai
Bali dan Nusantara tiada suram

Pundukdawaku sejahtera dan tentram
Kala resah pada perbedaan
Matahari dan rintik hujan kan menyadarkan

Keabadian takan mampu di paksakan
Sebab pelangi indah atas perbedaan
Bangkitlah selalu pundukdawaku
Secercah harapan menantimu

Kami pemudamu,
Akan selalu mendukungmu
Kami pemudamu,
Siap menjunjung tinggi namamu

Semetonku, marilah kita,
Bersatu dalam perbedaan
Mengikrar satu perjanjian
Berdamai dalam kehidupan
Menggapai tujuan PERSATUAN DAN KESATUAN DIPUNDUKDAWA

Dengan pertimbangan tersebutlah, titiang ngiring Oka dharma dan sulinggih kapurusan serta bersama semeton pangubhakti sami yang secara langsung mendapatkan mandat Ida Sinuhun Siwa Putra Parama Daksa Manuaba untuk membuatkan desain patung dan mendirikan Pura Kahyangan Dharma Smrti  sebagai linggih Ida Sinuhun Siwa Putra Prama Daksa Manuaba  di wewidangan Pumdukdawa sebagai Patung monumen tokoh PEMERSATU UMAT.
UNTUK LEBIH LENGKAP BACA BUTIR-BUTIR PEMBANGUNAN PURA PANATARAN AGUNG CATUR PARHYANGAN RATU PASEK LINGGIH IDA BHATARA MPU GANA
Ttd
#I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S, M.Pd#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar