Senin, 03 Februari 2020

Siwa Sasana

Siwa Sasana ini ditunjukan untuk dilaksanakan dengan tujuan agar mereka dapat mempertahankan martabatnya sebagai pandita, dan menegakkan dharmanya. Suatu uraian yang panjang dalam lontar ini ialah uraian tentang syarat-syarat seorang acarya yang dapat dijadikan guru dan yang harus dihindari sebagai guru.
Dalam sloka (2a) dikatakan. Syarat-syarat acarya yang baik dijadikan guru ialah :

Berkepribadian baik
Sastrawan
Ahli Weda
Menguasai hawa nafsu
Taat melaksanakan brata
Senior dalam umur
Ahli bahasa
Acarya krta diksita yaitu acarya yang menjadi gurunya guru ialah acarya keturunan sadhaka yang memang disiapkan untuk menjadi acarya. Ia juga disebut dang upadhyaya. Acarya yang demikianlah  tempat orang mohon sangaskara (penyucian) dan bhasma (abu suci).
Selanjutnya Dalam sloka (5a), dikatakan, dia yang di-sangaskara oleh acarya seperti itu akan :

Hilang nodanya
Hilang papanya
Bebas dari mara bahaya
Bebas dari duka nestapa
Selanjutnya dalam skola (6b) dinyatakan bahwa Orang harus menghindari acarya yang tidak baik untuk dijadikan guru. Acarya yang demikian ialah acarya yang : Pengetahuannya rendah, acuh tak acuh, cepat bingung, linglung, kaku.

Duryasa yaitu bermoral rendah seperti rendah budi, congkak, curang, senang mabuk, licik, angkara murka, iri hati, senang berbohong, benci berbuat jasa, bermusuh pada teman, menghina ibu bapaknya, menghina brahmana dan menghina Tuhan. Acarya yang demikian akan terbentur-bentur kesana kemari karena bodohnya sehingga ia akan menanggung hukuman para dewa. Akibat dari semua ini, maka acarya yang demikian itu akan tetap hanyut dalam perbuatan yang melawan dharma sehingga pintu neraka terbuka lebar-lebar untuknya.

Selanjutnya dalam sloka (9b) dikatakan bahwa, walaupun seseorang sudah termasuk acarya yang baik, tidak baik tergesa-gesa melaksanakan krta diksa bila belum matang dengan ajaran kependetaannya maka, Ia harus  Mengamat-amati akan sifat-sifat baik dan dosa pada dirinya dan berusaha menjadikan dirinya suci, Melaksanakan tugas-tugasnya sampai selesai, Mengembangkan keluhuran budi dan kecerdasan akal.

Dasar untuk mewujudkan hal-hal tersebut diatas ialah  trikaya yaitu :

Kaya yaitu badan /perbuatan
Wak yaitu kata-kata
Manah yaitu pikiran
Trikaya ini dilaksanakan berdasarkan subhakarma perbuatan-perbuatan baik. Bila ketiga-tiganya sudah dilaksanakan dengan baik maka ia disebut trikayaparamartha seperti yang disebutkan dalam sloka (11b). Seorang dang upadhyaya harus melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan kaya sebagai berikut :

Senang bekerja
Melangsungkan yadnya
Melaksanakan puja dan japa
Memuja Bhatara
Terus mendalami sastra agama
Mengajar
Sopan menerima tamu sadhaka
Membantu yang melaksanakan yoga dengan dana punya yang diperlukan.
Selanjutnya dalam sloka (12b) Seorang Dang Upadhyaya harus melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bersangkut-paut dengan wak yaitu :

Memperbincangkan tentang pemujaan kepada para dewa dan Brahmana.
Mendiskusikan pengetahuan, filsafat dan agama.
Mempelajari dan merapal mantra-mantra Weda.
Berkata jujur
Menepati janji
Tidak berkata-kata yang menyakitkan hati.
Tidak mengeluarkan kata-kata kasar
Tidak memfitnah
Tidak berbohong.
Tidak menghina.
Tidak mencerca sesama sadhaka dangupadhyaya
Tidak mencela brata sesama sadhaka.
Selain itu lebih ditegaskan bahwa sang sadhaka harus mengucapkan Kata-kata yang manis, kata-kata yang benar, kata-kata yang lembut, kata-kata yang menarik hati, kata-kata yang bersahaja.
Selanjutnya dikatakan bahwa sang sadhaka juga harus memiliki pikiran yang bersih, Budiman, tenang, tangguh, senang mengampuni, lapang hati yang berdasarkan maitri, karuna, mudita, dan upeksa, kasih sayang. Seperti yang dijelaskan pada sloka (13a).

Selanjutnya dalam sloka (13b) ditegaskan bahwa seorang sadhaka hendaknya tidak curang, licik, sombong, mabuk, congkak, loba, bingung, cepat naik darah, keras kepala, iri hati, busuk hati, durhaka, menghina teman. Seorang sadhaka hendaknya ikhlas, berbudi baik, hormat dan jujur.

Walaupun hal-hal tersebut di atas sudah dipenuhi, maka seseorang dang upadhyaya juga tidak boleh tergesa-gesa melaksanakan krta diksa terhadap seorang sadhaka. Sadhaka yang akan diberikan krta diksa perlu diteliti umurnya dan umur istrinya.seperti yang tercantum dalam sloka (14b). Bila sadhaka itu masih keluarga dang upadhyaya itu dapat diberikan krta diksa pada umur 50 tahun, dan bila tidak keluarganya pada umur 60 tahun. Bila umurnya sudah memenuhi syarat pada waktu itulah ia dapat melaksanakan krta diksita dan yang didiksa boleh mempergunakan/siwa upakarana yaitu perlengkapan seorang pandita dalam melakukan pemujaan.

Setiap sisya yang akan didiksa harus dipilih. Tidak boleh sembarang orang dijadikan sisya. Yang patut dijadikan sisya dan dapat didiksa ialah :

Punya janma : bersifat sosial
Maha prajnana            : arif bijaksana.
Satya wak : setia dengan kata-kata.
Sadhu : saleh.
Silawan : berbudi baik.
Sthira : tangguh.
Dhairya : berani.
Swami bhaktya : bhakti kepada junjungan.
Kemudian ditambah lagi syarat lain yaitu Suddha janma: orang suci, maha pawitra kawangannya: kelahiran dari keluarga suci, wang satya wacana: orang yang jujur berkata-kata, wang sujana tuhu-tuhu: orang yang baik yang benar-benar mahardika, wang prajna wruh mengaji : orang pandai yang tahu mengkaji pengetahuan, wang satwika sadhu mahardika: orang  yang  sungguh – sungguh  saleh  (Bijaksana), wang susila apageh ring winaya : orang berbudi baik tetap hati pada winaya, wang sthira stiti ring abhipraya: orang yang teguh dengan tujuan, wang dherya dharaka angelaken : orang  yang  tahan  uji  menanggung  suka Suka, wang satya bhakti matuhan : orang yang setia bakti kepada junjungan, wang mahyun ring kagayaning: orang yang mau melaksanakan dharma (Dharma karya), wang mapageh magawe tapa : orang yang teguh melaksanakan tapa. Yang tercantum dalam sloka (17a)

Dalam siwa sesana juga dijelaskan orang yang tidak patut dijadikan sisya dan dapat didiksa ialah wang cuntaka: seperti orang memegang mayat, pernah dihukum, pernah dikencingi, pernah dipukul kepalanya dan sebagainya, wang patita walaka: seperti orang yang menyembah orang yang paling rendah derajatnya, orang yang memikul usungan yang berisi orang, tikar, kasur dan sebagainya, wang sadigawe seperti : mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang hina, wang banijakrama: yaitu berjual beli, wang wulu-wulu: seperti membuat periuk, menjadi tukang dan sebagainya, wang candala: seperti menjadi gagal, tukang cuci dan sebagainya, wang kuci angga: seperti orang cebol, bungkuk, bulai dan sebagainya, wang maha duhka: seperti orang yang menderita penyakit kusta, gila, ayan, buta, tuli, bisu, pincang dan sebagainya. Seperti yang dijelaskan pada sloka (18a)

Orang yang sudah didiksa juga tidak boleh didiksa lagi. Bila syarat-syarat tersebut dilanggar maka baik guru maupun sisya sama-sama akan mendapatkan hukuman. Hukumannya antara lain nama diksanya harus ditarik lagi dan yang bersangkutan harus dibuang keluar pulau Jawa. Namun bila syarat-syarat orang menjadi sisya dipenuhi maka ia dapat didiksa. Dalam pada itu dang acarnya harus selalu melaksanakan kewajibannya sebagai guru yaitu ajarana-dharma ning sisya yaitu mengajar dharmanya sisya, maweha kriya : memberikan sisya tugas, mawaraha ring dasasila mwang pancasiksa, guru talpaka lawan trikaya paramartha : mengajarkan dasasila dan pancasiksa, guru talpaka dan trikaya paramartha, mangajarana kaling acara mwang karma sila winaya : mengajarkan hakekat tingkah laku dan perbuatan sila dan winaya, ohuta ng upakrama ring agamanya : mencegah penyelewengan terhadap agamanya, mwikarapageh deyanya gumegosanghyang Siwa brata : bersungguh-sungguh dan teguh usahanya mengamalkan brata Sanghyang Siwa, aywa wimarga sake kabhujangganya : jangan menyimpang dari tata tertib kependetaannya.seperti yang dijelaskan dalam sloka (21b-23a)

Dalam sloka (23b-25a) dijelaskan sikap dan cara dang acarya mengajar muridnya adalah aywa krodha: jangan marah, aywa lobha : jangan loba, aywa parusya : jangan kasar, aywa irsya : jangan iri, aywa drohi : jangan berkianat

Dan sikap dang acarya yang lain yaitu aywa sang guru nistura tumon sisya dina kalaran manmu dukha : janganlah sang guru tidak menaruh kasih sayang terhadap muridnya yang hina menderita menanggung duka, aywa lwirtan uninga tumon sisya salah silanya mwang swabhawanya : janganlah acuh tak acuh melihat tingkah laku dan keadaan muridnya yang salah aywa gigu mohut ri sisya magawe papakarma angde patitanya : janganlah ragu-ragu mencegah murid berbuat hina yang menyebabkan jatuhnya, aywanangguh patita ring sisya mon ta byakta cihnanyan patita : janganlah menuduh murid jatuh bila tanda-tanda jatuhnya tidak jelas, aywagya kumaniscaya percaya ring sila mwang brata ning sisya : janganlah cepat percaya akan tingkah laku dan bratanya murid, aywa tan parcaya yan kateher byata ning silanya : janganlah tidak percaya bila tingkah lakunya jernih terus menerus, aywa ninda pracoda : jangan mencela, aywa mucca sisya tan sayang akrama denda dosa : janganlah menyakiti sisya, tidak sayang pada yang berbuat salah dan dosa, aywa mucca sisya sulaksana : janganlah menyakiti sisya yang bertingkah laku yang baik. Dalam lontar siwa sesana

Dalam lontar siwa sesana diakhiri dengan ancaman hukuman keras kepada barang siapa yang berani melakukan perbuatan yang menyimpang kepada para sadhaka. Seperti yang tercantum dalam sloka (25b-27b)

C. Kesimpulan

Lontar Siwa Sesana merupakan sebuah lontar yang diperuntukan kepada para sadhaka yang menganut aliran siwa sidhanta dimana, dalam lontar ini berisikan tata cara seorang sisya yang akan menjadi pandita. Dalam lontar ini dijelaskan secara detail mengenai tata cara berguru, hal yang patut diperhatikan sebagai seorang pandita, sampai kepada hukuman-hukuman yang akan diterima jika seorang pandita menyimpang dari ajarannya. Sapai saat ini penulis beranggapan bahwa semua hal yang tercatat dalam Lontar Siwa Sesana masih relevan diterapkan dalam kehidupan sosial jaman sekarang karena semua yang tercantum di dalamnya memeng begitu adanya sesuai dengan tatanan dan kewajiban seorang pandita.

#tubaba@de lekig//ngamong urip#

Tidak ada komentar:

Posting Komentar